+ -

Pages

Jumat, 23 Agustus 2013

[daarut-tauhiid] Ratusan anak-anak menjadi korban pembantaian senjata kimia rezim Suriah

Ratusan anak-anak menjadi korban pembantaian senjata kimia rezim Suriah
Banan Jum'at, 16 Syawwal 1434 H / 23 Agustus 2013 11:00
[image: Ratusan anak-anak menjadi korban pembantaian senjata kimia rezim
Suriah] <http://cdn.ar.com/images/stories/2013/08/syiria.jpg>

*DAMASKUS (Arrahmah.com <http://www.arrahmah.com/>) – *Lebih dari 1.400 warga
sipil Muslim Suriah, termasuk ratusan anak-anak, telah gugur dalam serangan
senjata kimia oleh rezim Nushairiyah Suriah di distrik Ghautah, Damaskus.

Informasi tentang penggunaan senjata kimia oleh rezim diktator Assad telah
dikonfirmasi oleh petugas medis, lansir *KC* pada Kamis (22/8/2013).

Saksi mata melaporkan bahwa rudal-rudal dengan zat beracun diluncurkan dari
punggung bukit Qassiouns, titik pandang Divisi Tentara ke-4 loyalis Assad pada
malam 21 Agustus.

Puluhan video dan foto yang mengkonfirmasikan pembantaian dengan senjata
kimia ini telah diposting di Internet. Namun, media barat terus
menutupi pembantaian
ini dalam bahasa skeptis.

Sementara itu, dokter mengatakan kepada wartawan bahwa gejala utama, terutama
di kalangan anak-anak, ialah tersedak, serta air liur berlebihan dan
penglihatan
kabur.

Video, yang diposting di Internet, dengan jelas mendokumentasikan
kondisi korban
serangan senjata kimia tersebut. Banyak dari mereka, termasuk
anak-anak,yang mengalami
kejang-kejang, sementara yang lain terbaring diam, seperti tercekik
ataumati lemas
. Para korban tidak memiliki luka yang terlihat.

Sementara itu, rezim Assad mencoba untuk menyangkal fakta-fakta yang ada
dengan mengklaim bahwa penggunaan senjata kimia itu diduga dilakukan oleh
oposisi.

Beberapa negara, termasuk Rusia, juga secara aktif turut serta dalam
perang informasi,
mencoba menutupi kebiadaban rezim Assad. Mereka "mengkonfirmasi" fakta serangan
rudal dan penggunaan senjata kimia ini, namun malah menuding Mujahidin yang
melakukannya.

Perlu diingat, pada musim gugur tahun 1999, sebuah taktis serangan rudal
darat di pasar sentral di ibukota Chechnya dilakukan atas perintah Vladimir
Putin. Akibat serangan itu, lebih dari 200 pedagang, sebagian besar
perempuan, gugur dan ratusan orang terluka.

Namun Putin malah mengklaim bahwa ledakan itu merupakan konflik antara
pedagang senjata di pasar Grozny.

(banan/arrahmah.com<http://www.arrahmah.com/news/2013/08/23/ratusan-anak-anak-korban-pembantaian-senjata-kimia-rezim-suriah10.html>
)
http://www.arrahmah.com/news/2013/08/23/ratusan-anak-anak-korban-pembantaian-senjata-kimia-rezim-suriah10.html


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
5 Daarut Tauhiid: Agustus 2013 Ratusan anak-anak menjadi korban pembantaian senjata kimia rezim Suriah Banan Jum'at, 16 Syawwal 1434 H / 23 Agustus 2013 11:00 [imag...

[daarut-tauhiid] Memahami Al Awwal, Al Akhir, Azh Zhahir Dan Al Bathin

Kategori Bahasan : Asmaaul Husna
Memahami Al Awwal, Al Akhir, Azh Zhahir Dan Al Bathin


Oleh
Ustadz Ahmas Fais Asifuddin



Mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan salah satu rukun penting dalam beriman kepada Allah yang memiliki empat rukun, yaitu: Beriman kepada ekstensi Allah, beriman kepada Rububiyah Allah, beriman kepada Uluhiyah Allah dan beriman kepada Asma' wa Sifat (nama-nama serta sifat-sifat) Allah.[1]

Tidak bisa dibayangkan seseorang yang ingin menyembah Allah tetapi tidak mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Ia bisa terjebak dalam kesalahan fatal yang bisa mengakibatkan kecelakaan di dunia dan di akhirat. Minimal, tidak bisa sempurna dalam beribadah.

Sebagai contoh, seseorang menyangka bahwa Allah adalah bapak. Maka ketika ia memanggilNya dengan nama bapak, Allah tidak akan memenuhi panggilannya, karena bapak bukan panggilan untukNya. Dan itu merupakan kekufuran. Contoh lain, seseorang menyangka bila Allah menyenangi suatu perbuatan tertentu. Misalnya, perbuatan yang dianggap Islami, padahal tidak ada contoh dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atau para sahabatnya. Jelas merupakan perbuatan yang dibenci dan buruk. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ÝóÅöäøó ÎóíúÑó ÇáúÍóÏöíúËö ßöÊóÇÈõ Çááåö æóÎóíúÑó ÇáúåóÏúíö åóÏúíõ ãõÍóãøóÏò Õáì Çááå Úáíå æÓáã æóÔóÑøó ÇáÃõãõæúÑö ãõÍúÏóËóÇÊõåóÇ...ÇáÍÏíË (ÑæÇå ãÓáã Ýì ßÊÇÈ ÇáÌãÚÉ – ÈÇÈ ÑÝÚ ÇáÕæÊ Ýí ÇáÎØÈÉ æãÇíÞÇá ÝíåÇ)

Sesungguhnya, sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan secara baru dalam agama..dst.[2]

Oleh karena itu, amat penting artinya memahami persoalan Asma' wa Sifat secara benar dan ikhlas untuk tujuan meningkatkan kebenaran serta bobot keimanannya kepada Allah hingga memperkecil kemungkinan terjerumus dalam penyimpangan-penyimpangan.

Di antara nama Allah yang perlu di fahami ialah nama al-Awwal, al-Akhir, azh-Zhahir dan al-Bathin. Empat nama di antara nama-nama Allah yang sangat indah. Empat nama ini ditambah nama al-'Alim terkumpul pada Al-Qur'an, surah al-Hadid ayat 3, yaitu firman-Nya:

åõæó ÇúáÃóæøóáõ æóÇúáÃóÎöÑõ æóÇáÙøóÇåöÑõ æóÇáúÈóÇØöäõ æóåõæó Èößõáøö ÔóìúÁò Úóáöíãñ

Dialah Allah, Al-Awwal (Yang Pertama) dan Al-Akhir (Yang Akhir), Azh-Zhahir (Yang paling atas/zhahir) dan Al-Bathin (Yang paling bathin). Dan Dia 'Aliim (Maha mengetahui) terhadap segala sesuatu. [Al-Hadid : 3]

Imam Ibnu Katsir menegaskan dalam Kitab Tafsirnya: "Ayat ini adalah ayat yang diisyaratkan dalam hadits 'Irbadh bin Sariyah bahwasanya merupakan ayat yang lebih utama dari seribu ayat".[3]

Hadits yang semakna diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam sunannya.

Úóäú ÇáúÚöÑúÈóÇÖö Èúäö ÓóÇÑöíóÉó ÑóÖöíó Çááøóåõ Úóäúåõ Ãóäøó ÇáäøóÈöíøó Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ßóÇäó áóÇ íóäóÇãõ ÍóÊøóì íóÞúÑóÃó ÇáúãõÓóÈøöÍóÇÊö æóíóÞõæáõ ÝöíåóÇ ÂíóÉñ ÎóíúÑñ ãöäú ÃóáúÝö ÂíóÉò

Dari Al Irbadh bin Sariah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak tidur sampai beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca al musabbihat (surat-surat yang diawali dengan sabbaha) dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Didalamnya terdapat satu ayat yang lebih baik dari seribu ayat. [4]

Sementara, tentang makna empat nama dalam ayat tersebut, tidak ada tafsirnya yang lebih baik daripada tafsir yang dikemukakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda ketika mengajarkan sebuah doa tidur, yang penggalannya sebagai berikut:

Çóááøóåõãøó ÃóäúÊó ÇáÃóæøóáõ ÝóáóíúÓó ÞóÈúáóßó ÔóíúÁñ¡ æóÃóäúÊó ÇáÂÎöÑõ ÝóáóíúÓó ÈóÚúÏóßó ÔóíúÁñ¡ æóÃóäúÊó ÇáÙøóÇåöÑõ ÝóáóíúÓó ÝóæúÞóßó ÔóíúÁñ¡ æóÃóäúÊó ÇáúÈóÇØöäõ ÝóáóíúÓó Ïõæúäóßó ÔóíúÁñ

Ya Allah, Engkau adalah Al-Awwal (Yang pertama), maka tidak ada sesuatupun sebelum-Mu. Engkau adalah Al-Akhir (Yang akhir), maka tidak ada sesuatupun yang sesudah-Mu. Engkau adalah Azh-Zhahir (Yang paling atas), maka tidak ada sesuatupun yang ada di atas-Mu. Dan Engkau adalah Al-Bathin (Yang paling Bathin), maka tidak ada sesuatupun yang lebih lembut/lebih bathin daripada-Mu [5]

Suatu tafsir yang ringkas, padat dan jelas. Nama-nama yang menunjukan bahwa Allah Maha meliputi segala sesuatu, baik ruang maupun waktu.

Pada nama Allah : Al-Awwal dan al-Akhir, menunjukkan betapa Dia Maha meliputi seluruh waktu dengan segala bagian-bagiannya, semenjak waktu pertama hingga waktu kapanpun. Sedangkan nama; Azh-Zhahir dan al-Bathin menunjukkan betapa Dia Maha meliputi seluruh ruang dan tempat dengan segala bagian-bagiannya. [6]

Tidak ada satu bagian waktu sesedikit apapun kecuali berada dalam pengetahuan, penglihatan, kekuasaan dan kewenangan Allah. Begitu pula tidak ada satu tempat sekecil apapun kecuali berada dalam pengetahuan, penglihatan, kekuasaan dan kewenangan-Nya.

Tidak ada satupun pelaku yang melakukan kemaksiatan di satu kurun waktu tertentu, kapanpun dan di tempat manapun, baik yang tersembunyi ataupun terbuka, di dasar laut atau di permukaannya, di langit, di bumi atau di manapun, kecuali pasti di lihat, di awasi dan berada dalam kekuasaan serta ancaman hukum Allah Azza wa Jalla.

Demikian juga, tidak ada satupun pelaku yang menegakkan kebenaran serta ketaatan kepada Allah, di satu kurun waktu tertentu, kapanpun serta di tempat manapun; di darat, laut, langit, bumi atau di manapun, kecuali pasti di lihat, di sertai, di bela dan dijanjikan balasan yang baik oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Syaikh Shalih al-Fauzan menukil perkataan Imam Ibnu al-Qoyyim tentang nama-nama Allah tersebut sebagai berikut: "Empat nama ini saling berhadap-hadapan. Dua nama saling berhadapan antara azaliyahNya (ada semenjak dahulu tanpa ada sesuatupun yang mendahului) dan abadiyahNya (kekal seterusnya /tanpa akhir). Sedangkan dua nama yang lain saling berhadap-hadapan antara Maha TinggiNya dengan Maha dekat-Nya. Awaliyah Allah Subhanahu wa Ta'ala mendahului segala awaliyah (permulaan) segenap yang selainNya. Sedangkan akhiriyah (keMaha akhiran) Allah Subhanahu wa Ta'ala akan tetap terus kekal sesudah segala sesuatu yang selainNya (berakhir). Jadi awaliyah Allah adalah lebih dahulunya Allah bagi adanya segala sesuatu. Sedangkan akhiriyahNya adalah tetap kekalnya Allah, tidak ada sesuatupun yang menyudahiNya.

Adapun zhahiriyah (Maha Zhahirnya) Allah, maksudnya: Maha Atas dan Maha Tingginya Allah mengatasi segala sesuatu. Pengertian azh-zhuhur menunjukkan makna tinggi. Zhahir dari sesuatu maksudnya adalah bagian atas (permukaan) dari sesuatu itu.

Sedangkan Maha Bathin Allah maksudnya adalah, Allah Maha meliputi segala sesuatu, sehingga Allah lebih dekat kepada sesuatu dibandingkan sesuatu itu kepada dirinya. Tetapi maksud kedekatan ini adalah kedekatan dalam arti; ilmu Allah meliputi segala sesuatu". [7]

Imam Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi rahimahullah juga mengemukakan hal senada ketika menerangkan perkataan Imam Thahawi dalam al-Aqidah ath-Thahawiyah….. [8]

Pada sisi lain, Imam Ibnu al-Qoyyim rahimahullah dalam Zaad al-Ma'ad mengatakan : "Dengan ayat ini Allah menunjukkan kepada para hambaNya -berdasarkan aksioma logika- tentang batilnya jaringan mata rantai tak berpenghabisan (tasalsul) mengenai kejadian makhluk. Sesungguhnya mata rantai kejadian segenap makhluk pada permulaannya berawal dari Dzat Maha Pertama yang tidak didahului oleh sesuatupun sebelumnya. Begitu pula segenap makhluk itu akan berakhir diujungnya pada Dzat Maha Akhir yang tidak disudahi oleh sesuatupun sesudahnya.

Demikian juga, Maha Zhahirnya Allah ialah Maha Tingginya Allah yang tidak ada lagi sesuatupun di atasNya. Dan Maha BathinNya adalah Maha Meliputi hingga tidak ada sesuatupun yang berada di luar kekuasaanNya. [9]

Empat nama Allah pada surah al-Hadid tersebut ditutup dengan firmanNya :

æóåõæó Èößõáøö ÔóìúÁò Úóáöíãñ

Sedangkan Dia Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.

Ayat ini merupakan penutup yang mempertegas secara jelas bahwa tidak ada sesuatupun, yang lepas dari pengetahuan Allah Subhanahu wa Ta'ala, meski sekecil apapun. Nama al-'Aliim dalam penutup ayat ini merupakan penegasan dari makna yang terkandung dalam empat nama sebelumnya.

Syaikh Shalih al-Fauzan menerangkan makna bagian akhir ayat ini sebagai berikut: "Artinya, Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, baik perkara-perkara yang sudah lewat, perkara-perkara yang kini sedang berlangsung, maupun perkara-perkara yang akan berlangsung. Baik yang terjadi di alam atas, maupun di alam bawah. Baik yang lahir maupun yang bathin. Tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari ilmu Allah meskipun hanya seberat biji atom, di darat maupun di langit." [10]

Dengan demikian, akankah seseorang merasa dapat bersembunyi dari pengawasan Allah?

Dari surah al-hadid ayat 3 tersebut dapat diambil beberapa faidah,di antaranya:
a. Adanya penetapan 5 nama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yaitu : al-Awwal, al-Akhir, azh-Zhahir, al-Bathin dan al-'Aliim.

b. Lima nama Allah itu, memberi arti penetapan bagi sifat-sifat Allah. Yaitu sifat awwaliyah yang tidak didahului oleh sesuatupun sebelumnya. Sifat akhiriyah yang tidak diakhiri dengan sesuatupun sesudahnya. Sifat zhahiriyah yang tidak ada sesuatupun ada di atasNya. Sifat bathiniyah yang tidak ada sesuatupun lebih dekat dariNya. Dan sifat Maha mengetahui yang tidak ada sesutupun dapat tersembunyi dariNya. Maka segala sesuatu berada dalam pengawasan, pengetahuan dan kewenangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik waktu, tempat, ketetapan takdir maupun pengaturannya. Maha Tinggi Allah dan Maha Perkasa.

c. Disimpulkan juga, sesungguhnya sifat-sifat Allah tidak dapat dibatasi hanya dalam jumlah tertentu. Para Ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah menyatakan, jumlah sifat Allah lebih banyak dari jumlah namaNya. Sebab setiap nama Allah pasti mengandung sifat. Padahal masih banyak sifat-sifat lain yang tidak berasal dari namaNya. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menegaskan: Bab Sifat lebih luas daripada bab Asma'. [11]

Lebih lanjut beliau memberikan contoh-contoh sifat yang darinya tidak dapat disebutkan sebagai nama Allah. Misalnya, sifat majii' dan sifat ityaan : berarti Allah mempunyai sifat datang. Dari sifat ini Allah tidak bisa disebut al-Jaa'iy atau al-Aatiy (yang datang). Padahal Allah telah berfirman, menerangkan sifatNya:

æóÌóÂÁó ÑóÈøõßó

Dan Rabb-mu datang. [Al-Fajr : 22]

åóáú íóäÙõÑõæäó ÅöáÂøó Ãóä íóÃúÊöíóåõãõ Çááåõ Ýöí Ùõáóáò ãøöäó ÇáúÛóãóÇãö

Tidak ada yang mereka tunggu-tunggu selain kedatangan Allah (untuk mengadili mereka di hari kiamat) di iringi bayang-bayang awan. [Al-Baqarah : 210]

Dan contoh-contoh lain yang dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. [12] .

Di samping beberapa faidah di atas, penghayatan terhadap nama-nama Allah dalam surah al-Hadid ayat 3 di atas juga dapat memberikan motivasi (dampak) berikut:
a. Dapat mencegah orang yang hendak berbuat maksiat, kejahatan atau tindakan apa saja yang akan mendatangkan murka Allah, sebab ia memahami dengan baik bahwa kemaksiatan, kejahatan serta segala tindakannya tidak dapat ia sembunyikan dari penglihatan Allah dan tidak dapat ia hindarkan dari ancaman kerasNya, kapanpun dan di manapun.

b. Dapat meningkatkan ketakwaan dan kehati-hatian dalam berbuat sesuatu sehingga memperkecil kemungkinan untuk terjerumus dalam bid'ah. Allah melalui RasulNya telah menegaskan bahwa perbuatan bid'ah adalah sesat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ÃóãøóÇ ÈóÚúÏõ ÝóÅöäøó ÎóíúÑó ÇáúÍóÏöíËö ßöÊóÇÈõ Çááøóåö æóÎóíúÑõ ÇáúåõÏóì åõÏóì ãõÍóãøóÏò æóÔóÑøõ ÇáúÃõãõæÑö ãõÍúÏóËóÇÊõåóÇ æóßõáøõ ÈöÏúÚóÉò ÖóáóÇáóÉñ (ÑæÇå ãÓáã Ýì ßÊÇÈ ÇáÌãÚÉ – ÈÇÈ ÑÝÚ ÇáÕæÊ Ýí ÇáÎØÈÉ æãÇíÞÇá ÝíåÇ)

Amma Ba'du: Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan secara baru dalam agama, dan setiap bid'ah adalah sesat. [13]

c. Akan menghibur seseorang untuk tidak bersedih dan khawatir menghadapi tantangan ketika ia melakukan ketaatan, sebab ia yakin bahwa Allah senantiasa melihat sepak terjangnya yang di ridhai Allah, dan Allah senantiasa akan menyertainya dengan pertolongan serta perlindunganNya. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah kepada Musa dan Harun ketika menghadapi Fir'aun. FirmanNya:

ÞóÇáó áÇóÊóÎóÇÝó Åöäøóäöí ãóÚóßõãó ÃóÓúãóÚõ æóÃóÑóì

Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua takut. Sebab sesungguhnya Aku menyertai kamu berdua. Aku mendengar dan Aku melihat. [Thaha : 46]

Yang dimaksud dengan kesertaan Allah kepada Musa dan Harun pada ayat diatas adalah kesertaan dalam arti penjagaan, perlindungan dan pertolonganNya [14]

Demikianlah, tulisan singkat yang diambil dari keterangan Ulama ini diharapkan dapat membantu meningkatkan keimanan secara benar kepada Allah k . Wallahu Waliyyu at-Taufiq.

Kitab rujukan:
1. Kitab Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, karya Syaikh Shalih al-Fauzan
2. Kitab Al-Qawa'id al-Mutsla Fi Sifatillah wa Asma'ihi al-Husa. Tahqiq dan takhrij: Asyraf bin Abdul Maqshud bin Abdur Rahim. Cet. I- Maktabah as-Sunnah, 1411 H/1990 M.
3. Kitab Zaad al-Ma'ad, Imam Ibnu al-Qoyyim II/422. Cet. III dari terbitan baru – 1421 H/2000 M. Mu'assasah ar-Risalah. Tahqiq : Syu'aib dan Abdul Qodir al-Arna'uth
4. Kitab Syarah Shahih Muslim, karya Imam Nawawi, Khalil Ma'mun syiha, cet. Darul Ma'rifah th. 1420 H/1999 M
5. Kitab Tafsir Al Qur'an Al Azhim karya Imam Abul Fida' Ismail bin Katsir al Qurasy

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat al-Qawa'id al-Mutsla Fi Sifatillah wa Asma'ihi al-Husa. Tahqiq dan takhrij: Asyraf bin Abdul Maqshud bin Abdur Rahim. Cet. I- Maktabah as-Sunnah, 1411 H/1990 M. Halaman Muqadimah.
[2]. HR. Muslim dalam Shahihnya. Lihat, Syarah Shahih Muslim, Kitab al-Jum'ah, Bab : raf'us shaut fil khutbah wa ma yuqaalu fiiha, no. 2002
[3]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surah al-Hadid : 3, IV/387
[4]. Lihat, shahih Tirmidzi, karya Al Albani 3/3406
[5]. HR. Muslim, Kitab adz-dzikri wa ad-du'a, Bab Maa Yaquulu 'Inda an-Naum wa Akhdzi al-Madh-ja'. Syarh Nawawi: Kalil Ma'mun Syiha XVII/37-38,hadits no. 6827. Ibnu Katsir juga menukil riwayat senada dari Imam Ahmad. Lihat Tafsir Ibnu Katsir IV/387-388; Al-Hadid : 3
[6]. Lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan dalam Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 29 dibawah judul pembahasan: Al-Jam'u baina 'Uluwwihi wa Qurbihi wa Azaliyyatihi wa Abadiyyatihi, di sadur secara bebas.
[7]. Lihat keterangan dalam kitab yang sama, yaitu keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan dalam Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 29 dibawah judul pembahasan: Al-Jam'u baina 'Uluwwihi wa Qurbihi wa Azaliyyatihi wa Abadiyyatihi
[8]. Lihat Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, karya Al Allamah Abul Izzi al hanafi, hal. 111, Takhrij Syaikh al-Albani rahimahullah
[9]. Lihat Zaad al-Ma'ad, Imam Ibnu al-Qoyyim II/422. Cet. III dari terbitan baru – 1421 H/2000 M. Mu'assasah ar-Risalah. Tahqiq : Syu'aib dan Abdul Qodir al-Arna'uth. Dinukil dengan bahasa bebas.
[10]. Lihat Syaikh Shalih al-Fauzan dalam Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 30 dibawah judul pembahasan: Al-Jam'u baina 'Uluwwihi wa Qurbihi wa Azaliyyatihi wa Abadiyyatihi.
[11]. Lihat misalnya Al-Qawa'id al-Mutsla Fi Sifatillah wa Asma'ihi al-Husa. Tahqiq dan takhrij: Asyraf bin Abdul Maqshud bin Abdur Rahim. Cet. I- Maktabah as-Sunnah, 1411 H/1990 M. Qa'idah II dari Qawa'id fi Sifatillah – hal 30
[12]. Sama dengan rujukan sebelumnya
[13]. HR. Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Jum'ah, Bab : raf'us shaut fil khutbah wa ma yuqaalu fiiha, no. 2002
[14]. Lihat Syaikh Shalih al-Fauzan dalam Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 62 di bawah sub judul: Itsbat as-Sama' wal Bashar Lillahi Ta'ala
***** This message may contain confidential and/or privileged information. If you are not the addressee or authorized to receive this for the addressee, you must not use, copy, disclose or take any action based on this message or any information herein. If you have received this communication in error, please notify us immediately by responding to this email and then delete it from your system. PT Pertamina (Persero) is neither liable for the proper and complete transmission of the information contained in this communication nor for any delay in its receipt. *****


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
5 Daarut Tauhiid: Agustus 2013 Kategori Bahasan : Asmaaul Husna Memahami Al Awwal, Al Akhir, Azh Zhahir Dan Al Bathin Oleh Ustadz Ahmas Fais Asifuddin Mengim...

Senin, 19 Agustus 2013

[daarut-tauhiid] Sedekahlah dari yang Terdekat

 

Assalamu'alaikum wr wb,

Sedekah itu dari yg terdekat dulu. Itu pun harus bermanfaat misalnya menyelamatkan fakir miskin dari kelaparan. Kalau buat Fitnah/Perang membunuhi sesama Muslim di negara2 Islam, itu malah dosa dan masuk neraka. Ini si penyumbang juga ikut dosa kalau begini: Jika terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, "Itu untuk si pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?" Nabi Saw menjawab, "Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya." (HR. Bukhari)
Jadi kalau menyumbang juga kita harus hati2. 

Berikanlah harta kepada keluarga yang terdekat (kerabat) terlebih dulu:

"…Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya…" [Al Baqarah:177]

"Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan."…[Al Baqarah:215]

Tidak pantas dia menyumbang jauh-jauh sementara keluarganya banyak yang miskin dan kekurangan tanpa dibantu.

Hadis riwayat Jabir ra., ia berkata:

Seorang dari Bani Udzrah ingin memerdekakan budaknya jika dia meninggal. Hal itu sampai kepada Rasulullah saw. lalu beliau bertanya: Apakah engkau mempunyai harta lain? Orang itu menjawab: Tidak. Rasulullah saw. bersabda: Siapakah yang mau membelinya dariku? Nu'aim bin Abdullah Al-Adawi membelinya dengan harga delapan ratus dirham. Lalu Rasulullah saw. membawa harga jual budak itu dan membayarkannya kepada orang tersebut. Kemudian bersabda: Mulailah untuk dirimu, bersedekahlah untuk dirimu. Jika masih tersisa, maka berinfaklah kepada keluargamu dan jika masih tersisa, maka berinfaklah kepada kerabatmu. Bila dari kerabatmu masih tersisa, maka begini dan begini. Ia (Jabir) menjelaskan: Tetangga depanmu, tetangga kananmu dan tetangga kirimu. (Shahih Muslim No.1663)

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bersedekahlah." Lalu seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, aku mempunyai satu dinar? Beliau bersabda: "Bersedekahlah pada dirimu sendiri." Orang itu berkata: Aku mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk anakmu." Orang itu berkata: Aku masih mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk istrimu." Orang itu berkata: Aku masih punya yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk pembantumu." Orang itu berkata lagi: Aku masih mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Kamu lebih mengetahui penggunaannya." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i

Terhadap orang yang berzakat kepada keluarganya Nabi saw bersabda, "Dia mendapatkan dua pahala, yaitu pahala menyambung kekerabatan dan pahala sedekah." [HR Bukhari]

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___
5 Daarut Tauhiid: Agustus 2013   Assalamu'alaikum wr wb, Sedekah itu dari yg terdekat dulu. Itu pun harus bermanfaat mi...

[daarut-tauhiid] Ingin ke Mesir dan Suriah Untuk Berjihad?

 

Assalamu'alaikum wr wb,

Fatwa Ustad Ahmad Sarwat ini saya lihat sejalan dgn yg pernah saya dengar/baca dari Ulama Al Azhar, Syekh Al Buthi, Syekh Ahmad Hassoun, dan para Ulama NU. Kalau mau Jihad, harus ada ilmunya dulu agar tidak terjerembab ke neraka. Jihad melawan orang kafir saja bisa masuk neraka jika tidak sabar, apalagi membunuh Muslim:
Membunuh sesama Muslim tempatnya neraka:

Jika terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, "Itu untuk si pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?" Nabi Saw menjawab, "Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya." (HR. Bukhari)

Ingin ke Mesir dan Suriah Untuk Berjihad

Sun, 21 Jul 2013 05:07 - 2807 | negara
Asalamualikum wr. wb. 

Ustadz yang dirahmati Allah, ada hal yang perlu saya tanyakan kepada Ustadz. Mungkin Ustadz sudah tahu bagaimana kondisi saudara kita di Suriah, Palestin dan Mesir yang sedang membela agama Islam. 

Pertanyaannya, bagaimana pendapat Ustadz terhadap perasaan saya ini? 

Sebenarnya saya tidak terlalu dalam memahami Ilmu Jihad, bahkan masih sedikit Ilmu Islam yang sudah saya terima. 
Ibaratkan negara-syam tersebut seakan-akan memanggil saya untuk pergi kesana. 

Terimakasih Ustadz. 

Syukron, jazakumullah khairan khatsiran. wassalamu 'alikum wr. wb.

Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tentu kita amat bersyukur kalau di hati para pemuda Islam masih ada ruh dan semangat untuk berjihad. Sebab ruh itu sudah padam cukup lama pada hati sebagian pemuda muslim lainnya. 

Biar bagaimana pun, semangat dan ruh berjihad itu merupakan anugerah dari Allah SWT. Sebab pada saat yang sama, kita menyaksikan begitu banyak pemuda Islam yang terjerumus pergaulan bebas, narkoba, seks bebas, dan ideologi merusak yang datang dari paham kufur.

Hukum Jihad

Namun di balik dari semangat yang membara, kita juga perlu memiliki dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang fiqih jihad. 

Yang paling utama adalah hukum berjihad itu sendiri. Para ulama umumnya membagi hukum jihad menjadi beberapa jenis. Ada yang hukumnya wajib atau fardhu 'ain, ada yang hukumnya fardhu kifayah, tapi ada juga yang makruh bahkan haram.

Jihad yang hukumnya wajib adalah jihad yang terjadi di suatu negeri, ketika negeri itu diserang oleh orang-orang kafir yang menjajah negeri mereka. 

Sedangkan bagi umat Islam yang berada di negeri lain, tidak diwajibkan untuk ikut berjihad di tempat itu. Bagi mereka, hukum jihad di negeri tersebut hukumnya sunnah saja. Atau setidaknya bukan fardhu 'ain tetapi fardhu kifayah.

Kenapa tidak wajib?

Jawabnya karena boleh jadi justru dia punya kewajiban yang bersifat fardhu 'ain di negerinya sendiri. Maka ikut berjihad di negeri lain menjadi tidak fardhu 'ain.

Jadi boleh saja anda mau ikut perang di Palestina untuk membunuh yahudi, yang telah menjajah negeri muslim dan menguasainya. Akan tetapi secara hukum, tindakan itu bukan fardhu a'in buat anda, melainkan sunnah atau fardhu kifayah. 

Tetapi kalau mau mengirimkan bantuan kemanusiaan, apalagi bantuan dana serta senjata untuk memperkuat barisan kaum muslim, pahalanya pasti akan menjadi sangat besar.

Kenali Medan Suriah, Mesir dan Palestina

Ada baiknya sebelum memutuskan untuk berjihad di suatu negeri, kita mengenal dulu duduk perkara dan masalah yang terjadi di negeri itu. Agar jangan sampai kita salah posisi dan malah merusak suasana.

Medan permasalahan yang terjadi di Mesir, Suriah dan Palestina amat jauh berbeda. Di Mesir dan Suriah, pergolakan yang terjadi lebih merupakan konflik yang melibatkan sesama muslim. 

Terlepas dari siapa dalang atau kekuasan di balik masing-masing pihak, akan tetapi dalam kenyataannya, di tengah lapangan yang beradu fisik bukan umat Islam melawan orang kafir yang menjajah negeri. 

Kalau pun Anda ingin terjun berjihad di kedua negeri itu, yang akan anda bunuh tidak lain hanyalah orang-orang yang beragama Islam juga. Dan kalau pun Anda mati terbunuh, maka yang membunuh Anda tidak lain juga orang-orang Islam juga. 

Keadaan ini akan mirip secara sekilas dengan perang yang terjadi di masa-masa fitnah, seperti perang antara Ali dan Muawiyah. Tanpa harus mencari-cari siapa yang benar dan salah, namun perang yang terjadi antara sesama umat Islam sendiri agak disayangkan. Karena masih mengandung begitu banyak tanda tanya besar.

Misalnya : 

Apakah dihalalkan hukumnya untuk saling berbunuhan dengan sesama pemeluk agama Islam sendiri? 
Apakah halal menghunuskan pedang melawan sesama muslim? 
Apakah dibenarkan masuk ke medan perang yang ternyata disitu umat Islam saling berbunuhan satu sama lain?
Apakah konflik politik yang berkecamuk di kedua negeri itu bisa dijadikan dasar syar'i untuk menghalalkan darah sesama muslim?
Apa dalil syariah baik dari Al-Quran dan As-Sunnah tentang halalnya darah sesama muslim?
Semua itu membutuhkan kajian fiqih yang mendalam, dan tentunya ada begitu banyak pendapat yang saling berbeda tenang hal ini.

Coba bayangkan, apa rasanya kita ikut suatu peperangan yang beresiko kematian, sementara para ulama masih berdebat panjang apakah perang itu dibenarkan atau tidak.

Palestina Lawan Israel : Jihad Yang Sesungguhnya

Lain halnya konflik yang terjadi di Palestina. Negeri itu memang secara nyata dijajah oleh orang kafir yahudi. Di pihak yahudi sendiri secara tegas disebutkan bahwa proses penjajahan itu merupakan perang suci bagi agama mereka. 

Dan tidaklah orang-orang yahudi dari seluruh dunia berkumpul di Palestina, kecuali niat mereka hanya satu, yaitu untuk berjihad membunuh dan mengusir pergi umat Islam dari tanah air mereka.

Maka buat rakyat Palestina yang merdeka dan berdaulat, penjajahan itu 100% harus dibalas dengan jihad fisik juga. Maka halal hukumnya membunuh yahudi di Palestina, karena sejak dulu sejarah perang dalam syariah Islam memang harus berhadapan dengan orang kafir yang berstatus kafir harbi.

Maka kalau anda ingin ke Palestina dan berjihad disana, secara kajian hukum syariah memang sah sebagai jihad yang masyru', walaupun hukumnya bukan fardhu 'ain bagi Anda.

Kalau Anda berhasil membunuh yahudi di Palestina, maka anda akan dapat pahala. Kalau disana anda mati terbunuh, insya Allah anda akan mati syahid.

Sebaliknya, kalau anda ke Mesir atau Suriah, lalu ikut perang ke salah satu pihak, maka Anda akan berada pada posisi yang amat dilematis. Kalau Anda membunuh orang, bisa dipastikan yang Anda bunuh itu pasti beragama Islam, lepas dari apapun latar belakang kepentingan politisnya. 

Dan kalau anda mati terbunuh di wilayah konflik itu, sayang sekali yang membunuh anda pun beragama Islam. 
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Ahmad Sarwat, Lc., MA

http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1374224026&=ingin-ke-mesir-dan-suriah-untuk-berjihad.htm

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___
5 Daarut Tauhiid: Agustus 2013   Assalamu'alaikum wr wb, Fatwa Ustad Ahmad Sarwat ini saya lihat sejalan dgn yg pernah ...

[daarut-tauhiid] DAN PERANG SAUDARA PUN TIDAK TERJADI

*Allah memberi petunjuk, "wahai orang-orang yang beriman perhatikanlah -
ambillah pelajaran - dari masa lalu - dari sejarah, dari yang telah terjadi
– untuk hari esok, untuk masa depan"*
http://tafakkurcinta.blogspot.com/2013/08/dan-perang-saudara-pun-tidak-terjadi.html
Semua ajudan menangis saat Bung Karno mau pergi, "Kenapa bapak tidak
melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan" salah satu ajudan hampir
berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno.
Bung Karno menyampaikan bahwa "Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti
perang saudara, perang saudara itu sulit .., jikalau perang dengan Belanda
kita jelas hidungnya beda dengan hidung kita, perang dengan bangsa sendiri
tidak..LEBIH BAIK SAYA YANG ROBEK DAN HANCUR DARIPADA BANGSA SAYA HARUS
PERANG SAUDARA".

Dan Indonesia selamat dari perang saudara dan pertumpahan darah
Saat Pak Harto di demo besar-besaran, pak Harto mengumpulkan para tokoh
panutan negeri ini untuk bermusyawarah. Dan Pak Harto dengan legowo
mengikuti nasehat beliau semua. Pak Harto mengundurkan diri
Dan Indonesia selamat dari perang saudara dan pertumpahan darah.
Saat Gus Dur dijatuhkan beliau menyampaikan bahwa "perjuangan dilanjutkan
tanpa kekerasan dan TIDAK ADA JABATAN DI DUNIA INI YANG HARUS DIPERTAHANKAN
MATI-MATIAN"
Dan Indonesia selamat dari perang saudara dan pertumpahan darah
Terima kasih wahai bapak-bapak bangsaku...Ya Allah jadikan kami memiliki
kearifan seperti mereka..
Semoga bapak-bapak pemimpin bangsaku termasuk mereka yang meneladani
Baginda Rasulullah Muhammad saw yang sampai akhir hayatnya masih memikirkan
nasib dan keselamatan umatnya...
Semoga bapak-bapak pemimpin bangsaku termasuk mereka yang seperti sayyidina
Utsman bin 'Affan ra yang menanggung sendiri sampai terbunuh tanpa
menggerakkan massa tandingan untuk memerangi demonstran yang merongrong
kekhalifahannya karena tidak rela menjadi orang yang menjadi sebab perang
saudara antara sesama muslim.......
Ya Allah jadikanlah kami semua memiliki kearifan dan kasih sayang seperti
beliau semua...AAmiin
Mari kita bandingkan Indonesia dengan negara-negara lain. Kita lihat
bagaimana Mesir, bagaimana Syiria, bagaimana Libya, bagaimana Tunisia.
Bacalah kenapa di negeri mereka meledak perang saudara ? Ya karena
kekuasaan yang dipertahankan mati-matian. Ya karena mengkafirkan mereka
yang berbeda pandangan politik. Ya karena tega mengorbankan rakyat dan
jama'ah yang dipimpinnya...
Terima kasih wahai bapak-bapak bangsaku...
Ya Allah jadikan kami memiliki kearifan seperti mereka..
Mari kita mencoba belajar lebih jauh dari sejarah :
Saat Gus Dur Dijatuhkan beliau menyampaikan bahwa perjuangan dilanjutkan
tanpa kekerasan, tidak ada jabatan di dunia ini yang harus dipertahankan
mati-matian...dan para ulama NU sibuk meredam jama'ahnya yang marah agar
tidak ada gerakan massa walaupun seperti KH Sofyan Yahya harus rela dicaci
oleh jama'ahnya karena dianggap tidak membela kepemimpinan ulama (Gus Dur)
di Indonesia...dan ...Indonesia selamat dari perang saudara dan pertumpahan
darah....
Padahal bila NU mau, jama'ahnya, santrinya, Lembaga Pencak Silat Pagar
Nusa, Bansernya lebih dari cukup untuk digerakkan mempertahankan dan
merebut kekuasaan. Dan kita juga tahu telah adanya yang memproklamirkan
diri sebagai pasukan berani mati yang telah siap untuk berkorban nyawa.
Berbagai komunitas Di LUAR NU dan kelompok-kelompok LSM pun telah datang
menemui Gus Dur di istana kepresidenan menunggu perintah disertai
barisannya yang sudah siap bergerak di berbagai daerah untuk membela dan
mempertahankan kursi kepresidenan di Gus Dur. Dan perintah Gus Dur adalah
perjuangan dilanjutkan tanpa kekerasan.
Bahkan pertemuan bahtsul masail para ulama di berbagai tempat dan
berulang-ulang karena berusaha sangat teliti, hati, hati dan jernih,
khawatir salah, sudah pada titik kesimpulan yang sama, yaitu mereka yang
merongrong pemerintahan Gus Dur adalah bughot (pemberontak) yang secara
fiqh boleh dihukum mati. Tapi Rois 'Aam NU K.H. Sahal Mahfuzh menyampaikan
bahwa tidak boleh ada fatwa bughot karena itu akan menumpahkan darah dan
kita para ulama di akhirat tidak akan sanggup mempertanggung jawabkan darah
kaum muslimin yang tertumpah karena fatwa yang dikeluarkan. Para ulama NU
tidak ingin menjadi sebab tumpah darah kaum muslimin karena perang saudara
sesama kaum muslimin. (lihatlah kearifan beliau semua dengan membandingkan
bedanya : padahal pada saat perang kemerdekaan melawan sekutu barat, para
ulama NU mengeluarkan resolusi jihad wajib ikut perang karena ini jihad, ya
perang kemerdekaan bukan perang saudara, perang kemerdekaan bukan melawan
sesama muslim)
Dan para ulama sepuh, para sufi di NU menyampaikan nasihat bahwa semua
harus merenung dan bertafakkur untuk menata hati, menata diri, memeriksa
gejolak yang ada dalam dadanya serta memeriksa kemurnian pemahaman dan
pemikiran agamanya agar tidak ditunggangi hawa nafsu.
Dan Indonesia pun selamat dari perang saudara daan pertumpahan darah......
Mohon maaf...mari kita telusuri satu saja contoh di negeri lain .....saat
mursi dijatuhkan dia tidak legowo dan ikhwanul muslimin (IM) menggerakkan
dan memobilisasi massa serta para tokoh pemimpinnya melakukan provokasi
membakar perlawanan massa kemudian bertemulah dengan bagian lain dari
rakyat mesir yang bersikap berbeda....dan....terjadilah perang saudara dan
pertumpahan darah....
(hmmm....maaf...saat setahunan sebelumnya...presiden Mesir legowo setelah
didemo rakyatnya dan akhirnya di Mesir tidak terjadi perang saudara dan
pertumpahan darah...dan terselenggaralah pemilu...seperti Pak Harto yang
legowo dan terjadilah pemilu...)
Terima kasih bapak-bapak pemimpin bangsaku, terima kasih para ulama NU,
terima kasih para sufi, karena anda semua negeriku Indonesia selamat dari
perang saudara dan pertumpahan darah...
Ya Allah jadikan kami semua memiliki kearifan seperti mereka...
http://tafakkurcinta.blogspot.com/2013/08/dan-perang-saudara-pun-tidak-terjadi.html

--


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
5 Daarut Tauhiid: Agustus 2013 *Allah memberi petunjuk, "wahai orang-orang yang beriman perhatikanlah - ambillah pelajaran - dari masa lalu - dari sejarah, dari yang...

Minggu, 18 Agustus 2013

[daarut-tauhiid] File - Info_DTjkt

 



Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sahabat sekalian, informasi kegiatan Pesantren
Daarut Tauhiid Jakarta insyaAllah akan selalu
diupdate dan dapat dilihat di website:

http://www.dtjakarta.or.id/

Kegiatan Pesantren Daarut Tauhiid Jakarta meliputi:

- Pengajian bersama Aa Gym di :
* Masjid Baitul Hikmah Elnusa,
Cilandak Jakarta Selatan
* Masjid Bank Indonesia Jakarta Pusat
* Masjid Istiqlal Jakarta Pusat

- Kajian Khusus Muslimah
- Kajian Kitab Al-Hikam
- Kajian Tafsir Al-Qur an
- Kajian Khazanah Hadits
- dan lain-lain

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Humas - Daarut Tauhiid Jakarta

===============================================

DAARUT TAUHIID CABANG JAKARTA
- Jalan Cipaku I no. 43 Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 12170 email: dtjkt@cbn.net.id
Telp : (021) 723-5255 Fax : (021) 723-5258
http://dtjakarta.or.id

- Komplek Rukan Ciputat Indah Permai, Blok C2
Jalan Ir. H. Juanda no. 50 - Ciputat 15419
Telp : (021) 740-1460 Fax : (021) 740-1351

===============================================

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (122)
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___
5 Daarut Tauhiid: Agustus 2013   Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sahabat sekalian, informasi kegiatan Pesantr...

[daarut-tauhiid] EMPAT PRINSIP MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PENGUASA

Kategori Al-Masaa'il : Politik

EMPAT PRINSIP MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PENGUASA

Oleh
Syaikh Dr. Sulaiman bin Salimullah ar Ruhaili –hafizhahullah-


"Termasuk pengetahuan yang penting, yakni seorang muslim memahami kewajiban, bagaimana cara bersikap kepada penguasa yang ada di negerinya. Apabila orang-orang tidak memahami cara bersikap kepada penguasa muslim, niscaya akan menimbulkan keburukan dan kerusakan."

Pembaca budiman,
Kutipan di atas merupakan penggalan dari muhadharah yang disampaikan Syaikh Dr. Sulaiman bin Salimullah ar Ruhaili –hafizhahullah- dosen Universitas Madinah, pada kajian Tabligh Akbar yang diselenggarakan oleh Yayasan Minhajus Sunnah dan Tasjilat at Taqwa al Islamiyah Bogor. Muhadharah Syaikh Dr. Sulaiman bin Salimullah ar Ruhaili, yang diselenggarakan pada hari Ahad 20 Jumadil Tsani 1427H bertepatan dengan 16 Juli 2006M di Masjid Istiqlal ini, ditranskip dan diterjemahkan oleh Muhammad Ashim Mustofa. Secara lengkap kami hadirkan ke hadapan pembaca. Selamat menyimak dan semoga bermanfaat. (Redaksi).

Saya datang dari kota Rasulullah, kota kaum Anshar. Saya datang dengan membawa perasaan mahabbah (cinta) kepada penduduk negeri ini. Semoga Allah memberi berkah dan memberi pertolongan kepada orang-orang yang ada di dalamnya dan konsisten dengan Islam, yang tiada kemuliaan, ketinggian dan kharisma kecuali dengan Islam. Semoga Allah menyatukan hati kita di atas tauhid dan Sunnah, dan merapikan barisan kita dengan perkara yang agung ini.

Dahulu, keadaan bumi sebelum di utusnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, berada dalam keadaan gelap gulita, dan kejahiliyahan yang parah. Kebodohan mendominasi. Sementara itu, ilmu tidak bernilai. Akal-akal manusia menjadi begitu dungu, sampai-sampai manusia menyembah bebatuan. Salah satu dari mereka sampai membuat tuhan sendiri dari kurma atau makanan. Apabila merasa lapar, maka ia makan dan akan membuat tuhan lagi.

Cara hidup mereka pun berada di atas titik nadir. Salah seorang dari mereka akan tega membunuh anak perempuannya lantaran rasa malu. Kegelapan begitu merata dan kuat. Di saat itulah, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berkehendak mengutus seorang rasul. Maka, bumi pun terang benderang dengan cahaya kebenaran. Bumi menjadi baik dengannya. Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melaksanakan dakwah dengan sebenar-benarnya. Beliau tidak meninggalkan kebaikan, kecuali telah disampaikan kepada umatnya. Dan tidaklah beliau meninggalkan keburukan, kecuali telah memperingatkan umat darinya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Åöäøóåõ áóíúÓó ÔóíúÆñ íõÞóÑøöÈõßõãú Åöáóì ÇáúÌóäøóÉö ÅöáÇøó ÃóãóÑúÊõßõãú Èööåö æóáóíúÓó ÔóíúÆñ íõÞóÑøöÈõßõãú Åöáóì ÇáäøóÇÑö ÅöáÇøó äóåóíúÊõßõãú Úóäúåõ

"Tidak ada sesuatu yang mendekatkan diri kalian kepada surga, kecuali telah aku perintahkan. Dan tidak ada sesuatu yang mendekatkan diri kalian ke neraka, kecuali telah aku larang darinya."

Ada seorang lelaki dari kalangan kaum Musyrikin -dalam riwayat lain- seorang dari Yahudi berkata kepada Salman al Farisi:

ÞóÏú Úóáøóãóßõãú äóÈöíøõßõãú Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ßõáøó ÔóíúÁò ÍóÊøóì ÇáúÎöÑóÇÁóÉ ÞóÇáó ÃóÌóá

"Apakah Nabi kalian mengajarkan segala sesuatu kepada kalian, termasuk adab di kamar mandi?" Ia (Salman al Farisi, Red) menjawab,"Ya."

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajari umatnya segala sesuatu. Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Tinggi, maka para sahabat yang terpercaya lagi bertakwa menyampaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Mereka menyerukan din (agama) Allah sesuai dengan petunjuk Nabi Subhanahu wa Ta'ala, dalam keadaan suci dan murni, menyebarkannya ke seluruh pelosok bumi, serta berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sebenar-benarnya.

Demikianlah, umat akan senantiasa berada dalam kebaikan selama konsisten dengan Sunnah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tetapi, setan melakukan penyusupan kepada umat dengan memunculkan fitnah yang terjadi di akhir masa sahabat. Maka, kerusakan pun mulai merasuki tubuh umat. Namun, umat ini akan senantiasa dekat dengan kebaikan, selama mendekat dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang murni. Dan sebaliknya, akan semakin jauh dari kebaikan, apabila kian menjauh dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kewajiban atas setiap muslim, harus meyakini dengan teguh, bahwa Allah telah menyempurnakan agama ini, dan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyampaikannya dengan cara yang sangat jelas dan menyeluruh. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman kepada kaum mukmin :

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." [Al Maidah/5 : 3].

Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata,"Barangsiapa yang mengada-ngadakan sebuah bid'ah dan memandang itu (sebagai) bagian dari agama, sungguh ia telah menganggap Muhammad n berkhianat terhadap risalah".

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mensyariatkan semua perkara yang bermanfaat dan mencegah perkara yang berbahaya. Termasuk di dalamnya, perkara yang dikandung oleh nash-nash syariat tentang mu'amalah dengan para penguasa. Nash-nash itu memaparkan masalah ini dengan sangat jelas. Dan telah diketahui oleh para cendekia, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menciptakan manusia, dan menjadikannya mempunyai kecenderungan untuk suka bergabung dengan orang lain. Sudah diketahui pula, yang namanya kelompok, pasti membutuhkan pemimpin. Kepentingan rakyat tidak akan lurus sampai terwujud eksistensi seorang pemimpin yang akan mewujudkan maslahat dan menolak bahaya melalui kekuasaannya. Seorang amir, pejabat dan penguasa, menjadi sarana penegakan agama dan keadilan. Melalui keberadaannya, kemaslahatan-kemaslahatan dicapai dan bahaya-bahaya dihindarkan. Posisi seorang pemimpin, merupakan cerminan kebaikan di dunia ini. Apabila masyarakat dibiarkan tanpa ada penguasa, niscaya orang yang kuat akan berbuat aniaya kepada kaum yang lemah, harta-harta anak yatim pun akan dirampas, kemaslahatan sosial juga tidak terwujudkan. Termasuk di dalamnya, agama akan disia-siakan di tengah masyarakat.

Oleh karenanya, termasuk pengetahuan yang penting, yakni seorang muslim memahami kewajiban, bagaimana cara bersikap kepada penguasa yang ada di negerinya. Apabila orang-orang tidak memahami cara bersikap kepada penguasa muslim, niscaya akan menimbulkan keburukan dan kerusakan.

Keberadaan penguasa merupakan kebaikan. Ilmu tentang kaidah-kaidah syar'i dalam bersikap terhadap penguasa merupakan kebaikan. Sedangkan kebodohan terhadap ilmu ini, merupakan keburukan besar dan kerusakan yang merata. Karenanya, kewajiban para penuntut ilmu untuk menjelaskan masalah ini kepada kaum Muslimin, hukum-hukum tentang masalah ini, sehingga agar terwujud maslahat umum, dan kebahagiaan akan menyelimuti masyarakat. (Dengan demikian), rakyat ataupun penguasa pun mendapatkan manfaat dari adanya kekuasaan.

Sebelum memulai penjelasan tentang pedoman-pedoman agama tentang cara bersikap kepada penguasa, kiranya kita perlu mengetahui, siapakah gerangan yang disebut sebagai penguasa? Siapakah penguasa yang kita maksudkan? Siapakah penguasa, yang agama kita mengungkap prinsip-prinsip dalam bersikap dengannya?

Menurut para fuqaha kaum Muslimin, al hakim (penguasa) adalah, orang yang (dengannya terjaga) stabilitas sosial di suatu negeri, baik ia mencapai kekuasaan dengan cara yang disyariatkan atau tidak, baik kekuasaan hukumnya menyeluruh semua negara kaum Muslimin, atau terbatas pada satu negeri saja.

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,"Para fuqaha bersepakat atas wajibnya taat kepada imam yang mutaghallib (berkuasa melalui peperangan, kudeta atau cara represif lainnya, Pent.)". Artinya, para fuqaha telah bersepakat, bila seorang imam berhasil mencapai puncak kekuasaan dengan saif (kekerasan) dan mampu mengendalikan negara dengan kekuatannya, lantas kondisi masyarakat menjadi stabil, maka ia wajib ditaati, karena ia adalah imam dan penguasa bagi kaum Muslimin.

Dan sudah diketahui, bahwa para ulama telah bersepakat wajibnya taat kepada penguasa yang ada, baik jumlah imam satu (yang menguasai seluruh negeri kaum Muslimin atau banyak (yang menguasai negeri-negeri tertentu).

Sesungguhnya kaum Muslimin tidak bersatu di bawah satu pimpinan sejak masa Imam Ahmad sampai sekarang. Dan kita mengetahui, para imam dan ulama Islam telah menetapkan pada kitab-kitab mereka kewajiban untuk taat kepada penguasa, padahal mereka mengetahui kondisi riil yang ada, karena penguasa telah banyak. Jadi, imam adalah seseorang yang stabilitas masyarakat terwujud pada masanya. Demikian ini adalah masalah yang sudah disepakati oleh para ulama. (Maka) harus dipahami dan diketahui agar setan tidak menyusup pada akal dan hati umat.

Dalam majelis ini, saya ingin berbicara tentang empat prinsip yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang membicarakan mu'amalah dengan penguasa, yaitu:

Prinsip Pertama. Berkeyakinan Wajibnya Bai'at Bagi Penguasa.
Apabila kondisi sosial menjadi stabil pada masanya, maka setiap orang yang berada di bawah kekuasaannya, wajib meyakini bahwa sang penguasa berhak dibai'at oleh mereka. Meskipun ia tidak pergi untuk memba'itnya. Karena, agar bai'at itu sempurna, tidak harus melakukannya secara langsung. Masalah ini menurut para fuqaha, apabila ahlu halli wal 'aqdi (para tokoh yang terpandang) dan kemudian keadaan menjadi stabil pada seorang penguasa, maka bai'at menjadi sah baginya dan berlaku pada semua orang.

Kewajiban setiap orang, ia harus meyakini ada tuntutan bai'at atasnya. Ini merupakan kewajiban syariat. Seorang muslim tidak boleh keluar darinya. Orang yang tidak meyakini kewajiban bai'at kepada penguasa di negerinya yang menjadi kewajibannya, ia terancam dengan ancaman yang keras.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ãóäú ÎóáóÚó íóÏðÇ ãöäú ØóÇÚóÉò áóÞöíó Çááøóåó íóæúãó ÇáúÞöíóÇãóÉö áóÇ ÍõÌøóÉó áóåõ æóãóäú ãóÇÊó æóáóíúÓó Ýöí ÚõäõÞöåö ÈóíúÚóÉñ ãóÇÊó ãöíÊóÉð ÌóÇåöáöíøóÉð

"Barangsiapa melepaskan ketaatan (dari penguasa), niscaya akan menjumpai Allah tanpa memiliki hujjah (alasan). Dan barangsiapa meninggal tanpa ikatan bai'at, maka kematiannya (seperti) kematian jahiliyah". [HR Muslim, 3441].

Seorang muslim yang berkeyakinan tidak wajib membai'at penguasa, ia terancam, kematiannya layaknya kematian orang jahiliyah -semoga Allah melindungi kita dari keadaan buruk ini. (Oleh karenanya), kewajiban seorang muslim meyakininya dengan mantap. Dan seyogyanya, seorang muslim mengetahui bahwa, bai'at kepada penguasa bukan bagai kalung yang bisa diletakkan dan dicabut kapan saja; jika suka ia letakkan, dan bila tidak suka mencabutnya. Tetapi kewajiban bai'at tetap berlaku selama kekuasaan penguasa masih ada di negeri tersebut. Seorang muslim tidak boleh menarik diri dari bai'at ini.

Prinsip Kedua. Menasihati Para Penguasa Dengan Menjauhi Sikap Khuruj (berontak, membangkang, Pent.), Mencaci-maki Dan Menghina, Serta Menanamkan Antipati Dalam Hati Rakyat Terhadapnya.

Berkaitan dengan tindak-tanduk penguasa, ada dua kelompok yang menyikapinya dengan dua sikap yang keliru. Salah satunya menilai, al hakim (penguasa) adalah manusia yang ma'shum (terjaga) dari segala kesalahan. Segala tindakannya benar adanya, karena ia menghukumi berdasarkan perintah Allah. Kedudukannya, layaknya seorang nabi dalam segala tindakan dan ucapan. Demikian menurut pandangan Rafidhah (Syi'ah).

Sedangkan kelompok kedua memiliki pandangan, memiliki sikap yang berseberangan dengan yang pertama. Yaitu, apabila penguasa melakukan sebuah kesalahan, maka kesalahan itu dibesar-besarkan, bahkan kadang-kadang dikafirkan karenanya. Dan menurut mereka, wajib melakukan pemberontakan kepadanya. Dua golongan itu bertentangan dengan Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Seperti biasanya, ahlul haq, Ahli Sunnah berada di posisi tengah, dengan mengatakan, seorang hakim adalah manusia biasa. Dia memiliki potensi melakukan kesalahan dan kebenaran. Sebagian tindakannya ada yang benar, dan ada tindakannya yang salah. Namun, munculnya kesalahan tidak membolehkan untuk memberontak, dicaci, dihina kehormatannya, dan tidak boleh menumbuhkan hati masyarakat menjadi antipati kepadanya. Yang harus dikerjakan, menasihatinya dan menjelaskan kesalahannya melalui mekanisme yang dibenarkan syariat dan mempertimbangkan situasi serta kondisi, berdasarkan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

Åöäøó Çááøóåó íóÑúÖóì áóßõãú ËóáóÇËðÇ : (ãöäúåöÇ ): æóÃóäú ÊóäóÇÕóÍõæÇ ãóäú æóáøóÇåõ Çááøóåõ ÃóãúÑóßõãú

"Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal pada kalian (di antaranya), kalian menasihati orang-orang yang Allah jadikan penguasa atas urusan kalian".[HR Ahmad, 23278; Malik, 1578].

Allah meridhai dari kalangan hambaNya kaum Muslimin, agar mereka menasihati orang-orang yang dijadikan pemimpin atas mereka, agar jujur dalam mu'amalahnya, dan menjelaskan kesalahan dengan cara yang diperbolehkan syariat, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ËóáóÇËñ áóÇ íóÛöáøõ Úóáóíúåöäøó ÞóáúÈõ ÇáúãõÄúãöäö ÅöÎúáóÇÕõ ÇáúÚóãóáö æóÇáäøóÕöíÍóÉõ áöæóáöíøö ÇáúÃóãúÑö æóáõÒõæãõ ÇáúÌóãóÇÚóÉö ÝóÅöäøó ÏóÚúæóÊóåõãú Êóßõæäõ ãöäú æóÑóÇÆöåö

"Ada tiga hal, hati seorang mukmin tidak dirasuki dengki saat melakukannya. Yaitu : ikhlas beramal untuk Allah, menasihati waliyul amr, dan konsisten bersama dengan jama'ah."[2]

Tiga hal ini, hati seorang muslim tidak dirasuki rasa dengki di dalamnya.

Pertama : Hendaknya amalan seorang manusia ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam semua urusannya, terutama dalam masalah yang sedang kita bicarakan. Hendaknya nasihat dan sikap yang ia berikan kepada penguasa karena Allah dan ditujukan kepada Allah. Apabila berbicara tentang waliyul amr, ia berbicara karena Allah. Ketika menasihati penguasa, maka ia lakukan karena Allah. Tidak menginginkan balasan duniawi. (Kedua) : Apabila seorang manusia benar-benar ikhlas, pasti ia akan menasihati penguasa. Termasuk dalam konsekwensi ikhlas kepada Allah, yaitu seseorang menasihati waliyul amr. (Ketiga) : Dan termasuk dari makna menasihati waliyul amr, yaitu sikap untuk selalu bersama dengan jama'ah. (Maka sungguh) merupakan kedustaan, kedustaan dan kedustaan, (yaitu) orang yang mengklaim menasihati penguasa, tetapi menyingkir dari jama'ah. Tidak ada nasihat yang jujur kecuali dengan bergabung dengan jama'ah muslimin.

Demikianlah yang dijelaskan Nabi dengan bahasa Arab yang fasih. Beliau menjelaskan tiga perkara yang saling berkaitan dengan lainnya. Pertama, ikhlas kepada Allah. Disusul dengan munashahah (menasihat) kepada waliyul amr. Dan berikutnya, selalu bergabung dengan jama'ah kaum Muslimin.

Tentang nasihat kepada penguasa ditempuh dengan cara yang dapat menghasilkan maslahat, bukan yang mendatangkan kerusakan. Sehingga tidak dilakukan di atas podium-podium. Disampaikan kepada penguasa dengan cara yang tidak menyulut emosi masyarakat kepadanya. Orang yang benar-benar ingin menasihati penguasa karena Allah, ia hanya menginginkan perbaikan semata, tidak bermaksud menunjukkan jasa, atau dikatakan sebagai orang kuat yang berani berbicara tentang penguasa. Keinginannya hanyalah, timbulnya kebaikan bagi negara dan masyarakat. Dan kebaikan hanya terwujud jika menjelaskan kesalahan dengan cara yang baik, disertai kesatuan hati masyarakat kepada penguasa agar tidak tersebar fitnah.

Pada zaman Utsman Radhiyallahu 'anhu terjadi fitnah. Ada orang berkata kepada Usamah bin Zaid Radhiyallahu 'anhuma : "Tidakkah engkau mengingkari 'Utsman?"
Usamah Radhiyallahu 'anhuma menjawab,"Aku mengingkarinya di depan massa? Aku akan mengingkarinya saat berdua. Aku tidak ingin membuka pintu fitnah bagi orang-orang." [3]

Dalam pandangan para sahabat, sudah menjadi sebuah ketetapan di kalangan para sahabat, bahwa menasihati penguasa di depan umum akan membuka pintu fitnah. Oleh karenanya, Usamah bin Zaid Radhiyallahu 'anhuma memegangi prinsip yang agung ini. Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

ãóäú ÃóÑóÇÏó Ãóäú íóäúÕóÍó áöÓõáúØóÇäò ÈöÃóãúÑò ÝóáóÇ íõÈúÏö áóåõ ÚóáóÇäöíóÉð æóáóßöäú áöíóÃúÎõÐú ÈöíóÏöåö ÝóíóÎúáõæó Èöåö ÝóÅöäú ÞóÈöáó ãöäúåõ ÝóÐóÇßó æóÅöáøóÇ ßóÇäó ÞóÏú ÃóÏøóì ÇáøóÐöí Úóáóíúåö áóåõ

"Barangsiapa ingin menasihati sulthan (penguasa) dengan suatu masalah, janganlah menampilkan kepadanya secara terang-terangan. Tetapi, hendaknya menggandeng tangannya dan untuk berduaan dengannnya. Apabila ia menerima darinya, maka itulah (yang diharapkan). Kalau tidak, berarti telah melaksanakan kewajibannya".[4]

Demikianlah yang dipaparkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maksudnya, orang yang akan menasihati penguasa, tidak memperlihatkannya di depan massa supaya tidak memancing kemarahan masyarakat terhadap penguasa. Adapun komentar tentang kesalahan-kesalahan penguasa di atas mimbar-mimbar, atau dilakukan secara terang-terangan, ini bukan disebut nasihat, tetapi justru merupakan celaan, pendiskreditan, dan penghinaan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ãóäú ÃóåóÇäó ÓõáúØóÇäó Çááøóåö Ýöí ÇáúÃóÑúÖö ÃóåóÇäóåõ Çááøóåõ

"Barangsiapa menghina sulthan Allah di dunia, niscaya Allah akan menghinakannya".[5]

Saya ingin mengutarakan sebuah kisah yang mengandung dua sikap. Saya berharap setiap dari kita melihat, ia bersama dengan pihak mana.

Ibnu 'Amir adalah seorang gubernur. Suatu ketika ia keluar untuk melakukan Khutbah Jum'at dengan mengenakan pakaian yang transparan. Maka Abu Bilal al Khariji (dari Khawarij) berkomentar : "Lihatlah pemimpin kita. Dia mengenakan baju orang fasiq," maka Abu Bakrah Radhiyallahu 'anhu, salah seorang sahabat Nabi, menyanggah: "Diamlah engkau. Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,'Barangsiapa menghina sulthan Allah di dunia, niscaya Allah akan menghinakannya'." [6]

Lihatlah sikap orang Khawarij terhadap kesalahan pemimpin, dan bandingkan dengan sikap sahabat Nabi tersebut. Maka, seharusnya Anda wahai para hamba Allah, pilihlah cara orang yang engkau cintai. Sesungguhnya pada hari Kiamat, seseorang akan bersama orang yang dicintainya.

Apabila ada orang yang bertanya "apakah hal ini berarti, jika ada kesalahan yang berasal dari pemerintah, kita mendiamkan dan tidak melarang orang-orang berbuat maksiat dan tidak menjelaskannya?"

Tidak demikian! Kewajiban kita, yaitu harus melarang orang-orang berbuat maksiat, dan menjelaskan bahwa perkara itu merupakan maksiat. Tetapi, berkaitan dengan menasihati penguasa dalam masalah maksiat ini, haruslah dengan cara-cara yang tidak menyulut kemarahan masyarakat kepadanya.

Sudah seharusnya kita ketahui, bahwa Ahli Sunnah wal Jama'ah, ketika menetapkan prinsip yang sudah kita sebutkan tadi, bukan berarti memerintahkan untuk mendiamkan kemaksiatan-kemaksiatan tanpa pengingkaran, dengan dalih maksiat itu muncul dari pemerintah. Tetapi, maksiat tersebut tetap wajib diingkari dan dijelaskan kepada masyarakat, bahwa itu (merupakan) kemaksiatan, dan masyarakat dilarang berbuat maksiat seperti itu. Namun pengingkaran terhadap penguasa secara khusus berkaitan dengan kemaksiatan ini atau perkara lainnya, harus dengan prinsip yang telah kita sebutkan.

Prinsip Ketiga : Mendengar Dan Taat Kepada Penguasa Pada Perkara Yang Bukan Maksiat Kepada Allah. Tidak Ada Kebaikan Bagi Masyarakat Kecuali Dengan Jama'ah. Dan Urusan Jama'ah Tidak Akan Lurus, Kecuali Dengan Kebaradaan Imamah (Kepemimpinan). Dan Tidak Lurus Sebuah Kepemimpinan, Kecuali Dengan Ketaatan.

Oleh karena itu, terdapat banyak nash yang menunjukkan ketaatan terhadap pemimpin negara dalam masalah yang bukan maksiat. Allah berfirman kepada kaum Mukminin :

"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu". [An Nisaa`/4 : 59].

Allah memulai ayat ini dengan "yaa ayyuhalladzi na aamanu". Para ulama tafsir berkata : "Apabila Allah mengawali ayat dengan arah pembicaraan kepada kaum Mukminin, maka ketahuilah, terdapat perkara penting setelahnya".

Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan ketaatan kepadaNya dan kepada RasulNya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'la menjelaskan bahwa, yang termasuk dalam ketaatan kepada Allah dan Rasulnya, (yaitu) taat kepada penguasa dalam perkara yang bukan maksiat. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang taat kepadaku, ia telah taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Barangsiapa bermaksiat kepadaku, sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa taat kepada Amir (penguasa), sungguh ia taat kepadaku. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Amir, sungguh ia bermaksiat kepadaku" [HR Bukhari 6604]

Dalam hadits yang shahih lagi muhkam ini, dijelaskan prinsip agung lagi mulia. Bahwa taat kepada Rasulullah merupakan taat kepada Allah Subhanhu wa Ta'ala. Taat kepada amir merupakan ketaatan kepada Rasulullah. Dan berbuat maksiat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, artinya bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Melakukan penentangan kepada amir (bermaksiat) merupakan maksiat kepada Rasulullah.

Dari sini, kita ambil sebuah pedoman penting. Yaitu, saat kita mentaati penguasa pada perkara yang bukan maksiat, sesungguhnya kita sedang mendekatkan diri kepada Allah Subhanhu wa Ta'ala. Ketaatan Anda kepada penguasa dalam masalah yang bukan maksiat, merupakan qurbah (upaya mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Janganlah Anda melihat kepada penguasa, atau polisi, atau apakah ada orang yang melihat kita. Tetapi, kita lakukan itu dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pasalnya, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan masalah ini kepada kita. Karena itu, para ulama telah sepakat, wajib taat kepada penguasa dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah Ta'ala.

Lantaran agung dan besarnya pengaruh masalah ini bagi terciptanya keamanan bagi negara dan kebahagiaan masyarakat, maka Nabi menutup celah-celah setan ke dalam hati manusia dalam masalah ini. Setan kadang-kadang mendatangi seorang manusia dengan membisikkan, sesungguhnya taat kepada penguasa harus dilakukan ketika penguasa adalah seorang pemimpin adil yang memberikan hak-hak kalian. Adapun pimpinanmu, ia seorang yang zhalim, tidak memenuhi hak-hak kalian. Justru mengambil harta kalian. Ia lebih mengutamakan jabatan-jabatan tertentu bagi diri sendiri. Memperkerjakan orang-orangnya, dan menyingkirkan orang-orang yang sebenarnya lebih berhak. Maka orang ini tidak pantas ditaati. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam langsung menangani penyumbatan celah ini sendiri, tidak beliau serahkan kepada orang lain.

Ada seorang lelaki yang berdiri, lalu bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Wahai Rasulullah. Kalau ada pemimpin yang menguasai kami, ia meminta haknya dari kami dan menghalangi hak kami darinya. Apa yang engkau perintahkan kepada kami (untuk kami kerjakan)?"

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berpaling. Maka orang tadi bertanya untuk kedua kalinya. Nabi pun berpaling lagi. Orang itu bertanya kembali untuk ketiga kalinya. Maka beliau bersabda : "Dengarlah, dan taati. Sesungguhnya kewajiban mereka adalah kewajiban yang mereka emban. Dan kewajiban kalian adalah yang harus kalian emban". [HR Muslim 3/1474]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Kewajibanmu adalah mendengar dan taat, dalam kondisi sulit, longgar, semangat ataupun benci serta ketika ia bertindak sewenang-wenang terhadapmu," maksudnya, engkau wajib mendengar dan taat, baik engkau dalam keadaan mudah dan kecukupan harta, dan pikiran yang tenang atau dalam kondisi yang terjepit, atau dalam keadaan engkau melaksanakan perintahnya atau malas untuk melakukannya, atau engkau melihat penguasa mengambil hak darimu tanpa memperdulikan keadaanmu. Sedangkan cara lainnya merupakan cara-cara setan.

Terkadang setan mendatangi orang-orang dengan membisikkan taat kepada hakim itu wajib, bila ia (hakim itu) semisal Abu Bakr dan Umar. Adapun penguasa ini, ia termasuk orang fasik lagi bermaksiat kepada Allah. Mereka tidak menegakkan din Allah, sehingga tidak ada kewajiban taat kepadanya. Nabi pun menutup celah setan ini dengan bersabda:

"Nanti akan ada penguasa-penguasa sepeninggalku, yang tidak memegangi petunjukku dan tidak melaksanakan sunnahku. Di tengah mereka ada orang-orang yang hatinya berhati setan dalam bentuk manusia".

Perhatikanlah kondisi itu, akan ada penguasa setelah beliau. Apakah yang mereka kerjakan? Mereka tidak memegangi petunjukku dan tidak melaksanakan sunnahku. Alangkah buruk tindakan mereka. Akan ada sejumlah orang yang menunjukkan sebagai penasihat. Hati mereka adalah hati setan dalam wujud manusia.

Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu berdiri dan bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan apabila aku menjumpainya?"

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,"Dengar dan taatilah penguasa, meskipun punggungmu dipukul, dan hartamu dirampas." [HR Muslim : 3/1481]

Dalam kondisi demikian ini, yang telah disebutkan Nabi, beliau menetapkan wajibnya taat kepada penguasa meskipun terjadi tindak kesewanangan kepada rakyat.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sebaik-baik penguasa adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Sejelek-jelek penguasa, adalah mereka membenci kalian, dan yang kalian laknati dan mereka melaknati kalian."

Lihatlah kondisi ini, sejelek-jelek penguasa, adalah yang kalian benci karena agamanya dangkal. Dan mereka membenci kalian karena tipisnya agamanya. Kalian melaknati mereka dan mereka melaknati kalian.

Para sahabat bertanya : "Apakah kita harus memerangi mereka dengan pedang, wahai Rasulullah?"

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Tidak, selama ia menegakkan shalat dengan kalian. Ketahuilah, orang yang dikuasai oleh seorang penguasa, dan melihatnya mengerjakan maksiat kepada Allah, hendaknya ia membenci maksiat kepada Allah yang ia kerjakan dan tetap tidak melepaskan ketaatan kepadanya".[HR Muslim : 3/1481]

Lihatlah keseimbangan agung ini.
Apabila kita mengetahui penguasa melakukan kemaksiatan kepada Allah, kita tidak sukai kemaksiatannya, kita tidak katakan pula bahwa itu baik karena penguasa yang mengerjakan. Kita juga tidak menilainya baik di hadapan orang-orang, lantaran sang penguasa melakukannya. Tetapi, kita menilai buruk maksiat itu secara khusus, tanpa dikaitkan dengan penguasa. Kita membenci maksiat, tetapi tanpa melepaskan ketaatan darinya. Justru tetap mentaati penguasa pada masalah yang bukan maksiat.

'Adi bin Hatim Radhiyallahu 'anhu berkata,"Kami tidak bertanya tentang taat kepaada penguasa yang bertakwa. Tetapi kami menanyakan tentang penguasa yang melakukan ini itu". Dia menyebutkan bentuk keburukan. Inilah pertanyaannya : "Wahai Rasulullah, kami tidak bertanya tentang penguasa yang bertakwa karena sudah jelas masalahnya. Tetapi kami bertanya tentang penguasa yang melakukan tindak keburukan".

Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Bertakwalah kepada Allah, dengarlah dan taati ia!,"[1] yaitu taat pada perkara yang bukan maksiat. Ini akan kami jelaskan nantinya.

Di sini muncul persoalan, apakah kita harus mentaati penguasa dalam segala masalah? Apakah jika penguasa memerintahkan kita, kita harus menurutinya terus?

Jawabnya, tidak! Seorang penguasa ditaati, jika ia memerintahkan perintah yang tidak mengandung maksiat. Apabila ia memerintahkan kepada maksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat, dengan tetap taat pada selain maksiat itu.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Kewajiban seorang muslim untuk mendengar dan taat dalam perkara yang ia sukai ataupun yang ia benci, selama tidak diperintah untuk bermaksiat. Bila memerintahkan maksiat, maka tidak ada (kewajiban) mendengar dan ketaatan".[HR Bukhari Muslim]

Seorang muslim, ia wajib mentaati penguasa selama tidak memerintakan kepada maksiat. Apabila memerintahkan untuk bermaksiat, maka ketaatan kepada Allah lebih dikedepankan. Dia tidak boleh taat kepada amir, tetapi (juga) tidak melepaskan ketaatan darinya. Taat kepadanya masih wajib pada perkara selain maksiat.

Para sahabat telah memahami ini. Akan saya ceritakan sebuah kisah yang termuat dalam ash Shahih.

Nabi memilih seseorang menjadi komandan pada sebuah sariyyah (ekspedisi perang) dan memerintahkan pasukannya untuk mendengar dan taat kepadanya. Mereka pun berangkat. Dalam perjalanan, mereka membuat sang komandan marah. Ia memerintahkan untuk mengumpulkan kayu bakar. Mereka pun mengumpulkan. Setelah mereka mengumpulkannya, ia berkata: "Bakarlah". Mereka pun membakarnya. Api menjadi menyala-nyala. Lalu ia berkata : Bukankah aku pimpinan kalian?.
Mereka menjawab,"Benar."
Dia bertanya,"Bukankah Nabi memerintahkan kalian untuk mendengar dan taat kepadaku?"
Mereka menjawab,"Iya."
"Kalau begitu, masuklah kalian ke dalamnya," yaitu masukkah ke dalam api.
Sebagian dari mereka menyingsingkan pakaian untuk terjun ke dalamnya, karena mengetahui tentang wajibnya mentaati seorang pemimpin. Tetapi orang-orang yang sigap dari mereka melarang dan mengatakan: "(Tidak kita lakukan), sampai kita mendatangi kepada Nabi".

Ketika mereka telah memberitahukannya kepada Nabi, maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : "Seandainya mereka memasukinya, maka tidak akan pernah keluar darinya selama-lanmanya. Ketaatan hanya pada perkara yang ma'ruf (yang bukan maksiat)," artinya, Nabi menjelaskan bahwa, taat yang ditekankan lagi pasti kepada penguasa atau pimpinan adalah dalam masalah yang ma'ruf, bukan maksiat kepada Allah. Adapun dalam masalah maksiat, ia tidak boleh ditaati, dengan tetap berhak ditaati pada masalah lain yang bukan maksiat.

Prinsip Keempat : Tidak Sembrono Untuk Melontarkan Takfir Kepada Penguasa Muslim. Takfir Merupakan Hak Allah, Tidak Boleh Dilontarkan Kecuali Kepada Orang Yang Berhak Dikafirkan Dan Termasuk Layak Mendapatkannya.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Kalau ada seseorang mengatakan 'wahai kafir' kepada saudaranya, maka akan kembali kepada salah satu dari keduanya."

Kaitannya dengan penguasa, maka (lontaran ini) akan lebih merisaukan lagi. Sebab, pengkafiran terhadap penguasa akan menimbulkan berbagai masalah. Oleh karena itu, Ahli Sunnah wal Jama'ah menetapkan, seorang penguasa tidak boleh dikafirkan kecuali bila memenuhi tiga syarat.

Pertama : Kita melihat ada kekufuran yang nyata (buwah). Dalam bahasa Arab, kata buwah berarti, yang jelas tampak, tidak kabur, diketahui oleh setiap orang.

Kedua : Adanya burhan. Para imam mengartikannya dengan dalil yang tidak mengandung multi interpretasi (multi takwil). Seorang penguasa tidak boleh dikafirkan dengan dalil yang masih mengandung takwil makna lebih dari satu.

"'Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu berkata,"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendakwahi kami. Maka kami berbai'at kepada beliau. Di antara (tuntutan) yang beliau ambil dari kami, kami berbai'at kepada beliau untuk selalu mendengar dan taat (kepada pimpinan) dalam keadaan suka atau benci, serta kesewang-wenang kepada kami dan tidak merampas kekuasaan dari pemiliknya. Kecuali kalian menyaksikan adanya kekufuran buwah, dan kalian memiliki burhan dari Allah." [HR Bukhari 13/192, Muslim 3/1470]

Ketiga : Pihak yang berhak memutuskan takfir ialah para ulama, dari kalangan Ahli Sunnah, ahlul haq, ahlul 'ilmi wal bashirah. Sebab pengkafiran terhadap penguasa akan mendatangkan kekhawatiran pada diri kaum Muslimin. Dalam masalah ini, Allah telah menjelaskan kondisi kaum munafiqin dan sikap orang-orang yang berada di atas jalan al haq. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu)". [An Nisaa`/4 : 83]

Kaum munafiqin, apabila mereka menjumpai permasalahan besar yang akan mendatangkan stabilitas keamanan, atau mendatangkan rasa ketakutan, mereka mencoba menanganinya, menyiarkannya, dan berkomentar tentangnya. Inilah sifat sebagai orang-orang yang lemah (ilmu dan imannya, pent), tidak segan mengkafirkan penguasa. Maka kita dapati seorang dokter ikut-ikutan mengkafirkan. Seorang insinyur ikut mengkafirkan. Ada sopir yang ikut mengkafirkan. Dan masih banyak lagi yang mengkafirkan. Darimana mereka bisa menyimpulkan demikian? Ini adalah sikap melampui batas terhadap ketetapan syariat.

Adapun sifat orang-orang mu'min, orang-orang yang beriman, jika mereka menjumpai masalah yang punya relevansi dengan keamanan dan ketakutan, mereka menyerahkannya kepada Rasulullah dan Sunnah Rasul serta kepada ulil amr. Dan yang dimaksud dengan ulil amri adalah para ulama. Bukan setiap orang 'alim dapat memutuskan. Tetapi orang 'alim yang ingin mengetahui kebenarannya (melakukan istimbath) dari kalangan ulama. Mereka adalah ulama-ulama khusus.

Perhatikanlah wahai saudaraku, hikmah agung ini; "dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka," agar kita mengetahui bahwa, yang dimaksud dengan ulil amri yang menjadi rujukan penyelesaian masalah, mereka adalah Ahli Sunnah. Karena, arti menyerahkan masalah kepada Rasul adalah mengembalikannya kepada Sunnah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan yang dimaksud dengan ulul amri, yaitu orang-orang yang menguasai Sunnah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian pihak yang berwenang untuk menetapkan hukum adalah ahlil' ilmu wal bashirah.

Inilah yang wajib ditempuh, tidak boleh ada yang mengkafirkan seorang penguasa kecuali ahlil bashirah, ahli sunnah, yang menguasai dalil dari kalangan ulama. Kalau tidak, hukum ini tidak boleh dipegang oleh siapa saja, tidak boleh melihat pendapat setiap orang yang mengkafirkan penguasa tertentu. ini adalah tiga syarat yang sangat jelas lagi terang. Di dalamnya terdapat kandung tawasuth (sikap tengah) dan i'tidal (keseimbangan), kebenaran, dan bebas dari kesesatan. Kewajiban seorang mu'min agar memegangi prinsip agung ini.

Inilah sebagian dari agama kalian. Kami tidak mengambilnya dari diri kami sendiri, tetapi berasal dari Kitabullan dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka, saya ingatkan dengan firman Allah Ta'ala :

"Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka". [Al Ahzab/33 : 36]

"Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya". [An Nisaa`/4 : 65].

Teguhlah bersama dengan Sunnah Nabi kalian, niscaya kalian akan selamat. Jauhilah perasaan dan emosi, karena tidak mendatangkan kebaikan. Tidak ada keselamatan di dunia dan saat perjumpaan dengan Allah, kecuali dengan qaala Allah, qaala Rasulullah.

Semoga Allah menjadikan kita sekalian bagian dari orang-orang yang mengikuti Nabi dengan sebenarnya, mendengarkan dan menaati sabda-sabda beliau.
Washallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wasallam.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun X/1427H/2006M, Rubrik Mabhats, Alamat Redaksi : Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo - Solo 57183, Telp. 0271-5891016]
________
Footnote
[1]. Fathul Bari (13/7) Maktabah Riyadh Haditsah
[2]. HR Abu Dawud (3/322). At-Tirmidzi (5/33), Ahmad (5/183), Al-Albani menshahihkannya dalam Zhilalul Jannah hlm. 504
[3]. Hadits shahih. HR Ahmad 3/340, Ibnu Abi Ashim 2/507, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah, hlm. 507. Syaikh Al-Albani menerangkan : "Maksudnya (dengan) bersikap terang-terangan dalam mengingkari penguasa (Utsman) di depan massa. Sebab pengingkaran dengan terang-terangan dikhawatirkan akan mengakibatkan bahaya, sebagaimana yang terjadi pada Utsman yang berakhir dengan kematiannya akibat pengingkaran dengan terang-terangan (yang dilakukan kaum Khawarij). Mukhtashar Shahih Muslim, hlm. 335
[4]. Hadits Hasan, HRTirmidxi 4/502, Musthafa Al-Babi, Cet II, Ash-Shahihah 5/376
[5]. HR At-Tirmidzi 4/502, Musthafa Al-Babi, Cet II, Ash-Shahihah, 5/376
[6]. Hadits Hasan li Ghairihi, As-Sunnah Ibnu Abi Ashim (2/494)
***** This message may contain confidential and/or privileged information. If you are not the addressee or authorized to receive this for the addressee, you must not use, copy, disclose or take any action based on this message or any information herein. If you have received this communication in error, please notify us immediately by responding to this email and then delete it from your system. PT Pertamina (Persero) is neither liable for the proper and complete transmission of the information contained in this communication nor for any delay in its receipt. *****


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
5 Daarut Tauhiid: Agustus 2013 Kategori Al-Masaa'il : Politik EMPAT PRINSIP MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PENGUASA Oleh Syaikh Dr. Sulaiman bin Salimullah ar Ruhaili...
< >