Dai dan Rating Rekayasa
Rabu, 08 Juni 2011 08:24 WIB
Oleh Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub
Ketika banyak orang mempermasalahkan penampilan dai di televisi, kami teringat
ketika mengikuti rapat Lembaga Sensor Film (LSF) beberapa tahun yang lalu di
Jakarta. Dalam rapat itu, Wakil Ketua LSF, Raysita Supit, menyatakan kekesalan
dan kemarahannya. Menurutnya, rating tayangan televisi adalah sebuah rekayasa
untuk menghancurkan moral bangsa. Tayangan yang bagus tidak akan diberi rating
yang tinggi, tetapi tayangan yang berisi kekerasan, perkosaan, eksploitasi
aurat, dan hal-hal yang merusak moral diberi rating yang tinggi. Menurutnya,
pemberian rating itu dilakukan oleh sebuah lembaga yang dipimpin oleh orang
asing. Raysita Supit kesal dan marah karena rating rekayasa yang merusak moral
bangsa itu dibiarkan dan tidak dilarang di negara yang menjunjung tinggi nilai
moral ini.
Tidak diragukan lagi bahwa penampilan dai di televisi juga masuk rating
rekayasa. Para dai yang berkualitas dan memiliki integritas moral yang tinggi
tayangan dakwahnya tidak akan mendapatkan rating yang tinggi, sementara dai yang
baru mengetahui satu dua ayat Alquran dan Hadis Nabi SAW melalui karya terjemah
justru tayangan dakwahnya diberirating yang tinggi. Televisi adalah sebuah
perusahaan yang tidak bisa eksis tanpa sponsor iklan dan para sponsor tidak
akan mau beriklan pada televisi dan tayangan tertentu bila tayangan tersebut
tidak mendapatkanrating yang tinggi.
Maka, wajar sekali apabila televisi hanya akan menayangkan tayangan yang
memiliki rating yang tinggi, sedangkan pemberi rating yang direkayasa itu tidak
akan memberikan rating yang tinggi kepada tayangan dakwah yang berkualitas.
Akibatnya, tayangan dakwah yang bernuansa banyolan dengan menampilkan dai
demikian sangat mendominasi tayangan dakwah di televisi.
Para perekayasarating tidak akan menampilkan dakwah tokoh yang berkapasitas
ilmiah tinggi dan bermoral luhur untuk disiarkan dakwahnya di televisi, tetapi
mereka akan menampilkan dai-dai yang lucu dan banyak banyolan daripada
dakwahnya.
Dalam tampilannya, para dai ini sangat terlihat kekurangannya. Namun, untuk
mengelabui pemirsa, mereka cerdik menutupi kekurangannya itu dengan beragam
cara, baik dari segi penampilan maupun ketika menjawab pertanyaan jamaah.
Jawaban yang diberikan terasa kurang bermakna karena memang tidak menguasai
ilmunya. Dai dengan tipe seperti ini dikhawatirkan akan menjadi penjual agama
demi meraih kepentingan sesaat. Parahnya lagi, bila dengan dakwahnya itu,
justru akan menyebabkan tersesatnya umat. Mereka pandai mengatakan, tapi tak
pandai mengerjakan.
"Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak
kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan." (QS as-Shaff [61]: 2-3).
Masalah penampilan dai yang demikian itu pernah dibicarakan oleh DPP Ittihadul
Muballighin pimpinan KH Syukron Ma'mun dengan menteri agama waktu itu, Dr H
Tarmizi Taher. Waktu itu, menteri agama menyatakan akan membuat regulasi
tentang penampilan dai di televisi. Namun, regulasi itu tampaknya sampai
sekarang tidak pernah ada.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/06/08/lmg6lk-dai-dan-rating-rekayasa
Sent from ad-dunya powered by IMAN & ISLAM®
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================