Catatan Ramadhan 2 : Malu Pada Subuh Mereka
Sambil menunggu iqomat, subuh tadi saya duduk di barisan
kedua, persis di depan saya seorang jamaah yang usianya diperkirakan tak jauh
berbeda dengan saya belum selesai dengan sholat sunnahnya. Dalam keadaan berdiri
ketika sholat, tubuhnya selalu bergoyang karena ia sering membetulkan posisi
kakinya. Oh ternyata, -maaf- sebelah kakinya tak sempurna layaknya kebanyakan
orang lain. Karena itulah tubuhnya terlihat selalu bergerak, gerakan-gerakan
tak lazim itu semakin membuat saya lebih memerhatikan kondisi lelaki di depan
saya ini. Sejenak menjadi pengamat, ooh rupanya kaki kirinya yang mengecil itu
"dipaksa" untuk menahan beban bersama kaki kanannya yang normal. Tentu saja tak
berimbang, si kiri terus bergetar menahan beban.
Ia tetap berusaha berdiri dalam sholatnya, meski ia
sebenarnya boleh saja sholat dalam posisi duduk bila kakinya tak kuat menahan
beban. Namun getaran-getaran kaki kirinya membuat hati saya ikut bergetar,
sehebat itukah kekuatan saya menahan beratnya godaan untuk tetap subuh
berjamaah di masjid? Sedahsyat itukah perjuangan saya melawan rasa kantuk
selepas sahur untuk bersegera ke masjid? Setegar itukah saya bila berada dalam
posisinya, tetap berdiri dengan getaran yang hebat meski sebenarnya boleh
memilih untuk duduk dalam sholat.
Di subuh yang lain, saya dibuat malu oleh seorang anak
kecil. Ia berjuang menahan kantuk di sisi Ayahnya. Ia ikuti terus gerakan
Ayahnya sedang sholat sunnah. Ia masih kecil, mungkin saja ia tak tahu apa yang
sebenarnya ia kerjakan. Di usianya masih sekitar tiga tahun, bisa jadi iapun
tak paham apa maksud gerakan-gerakan dari mulai berdiri, ruku, sujud, duduk dan
seterusnya. Dan mungkin juga ia tak benar-benar mengerti apa yang dibaca
Ayahnya ketika sholat, sehingga dari mulut mungilnya hanya terdengar suara
kecil berbunyi, "wisiwis wisiwiiss…"
Tetapi anak sekecil yang belum mengerti tentang sholat
itu justru membuat saya malu, ia yang seharusnya masih terlelap tidur justru
berada di masjid bersama Ayahnya untuk menunaikan sholat subuh berjamaah. Ia
belum wajib untuk sholat, dan boleh memilih untuk tidur saja seperti anak-anak
lainnya. Sementara saya, kadang harus terus menerus berjuang dan memaksa diri
untuk bisa selalu berjamaah ke masjid. Sedangkan orang-orang dewasa seperti
saya, terkadang terpikir untuk tidur saja di waktu subuh. Atau setidaknya,
sholat subuh di rumah saja, tanpa harus bergelut dengan dinginnya udara, dan
bisa langsung tidur lagi!
Subuh yang lain lagi, di masjid yang berbeda. Seorang
lelaki paruh bayamengenakan jaket super tebal berangkat ke masjid, padahal
udara tak terlalu dingin waktu itu. Usai sholat, saya beranikan diri bertanya,
"jaketnya tebal sekali pak?" "Iya, dari semalam tidak enak badan, bapak sedang
sakit" Wow, terperangah saya dibuatnya, sekaligus malu. Saya yang sering
cengeng dan memilih untuk tidak ke masjid hanya karena terserang flu biasa.
Saya yang kerap memiliki sejuta alasan untuk tidak berjamaah di masjid, yang
seolah jadi teramat cerdas memilii akal yang tak pernah berhenti mengeluarkan
alasan masuk akal untuk tidak ke masjid.
Masih di waktu subuh, kadang terlambat datang ke masjid, mendapati jamaah
sudah berbaris. Artinya saya tertinggal dan tak mendapat waktu untuk lebih
banyak di masjid, berdzikir sebelum iqomat dilafazkan. Kadang lebih parah, tiba
disaat yang lain sudah mengucap salam. Masih lebih bagus, pernah pula sampai di
masjid sebagian jamaah sudah beranjak pulang, sempat ada yang berkelakar,
"belum masuk dhuha loh…" menohok, benar-benar menohok.
Sunggguh malu saya pada subuh mereka, yang sebelah
kakinya tak sempurna ia bertahan meski kakinya terus bergetar. Kepada lelaki
tua setengah baya yang sambil terbungkuk-bungkuk menahan beban tubuhnya yang
mulai rapuh, kepada anak balita yang menerjang dinginnya subuh dan berjuang
memerangi kantuknya, kepada mereka yang tak pernah absen dan telat berjamaah
subuh di masjid. Sungguh, saya malu! (Gaw)
Bayu Gawtama
LifeSharer
SOL - School of Life
085219068581 - 087878771961
twitter:
@bayugawtama
@schoolof_life
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================