+ -

Pages

Senin, 01 Agustus 2011

[daarut-tauhiid] Kisah Seorang Piatu

 

Kisah Seorang Piatu
Namaku Mia (nama samaran). Aku seorang anak
piatu yang tinggal di sebuah rumah sederhana di salah satu gang sempit di jalan
Merapi. Aku anak ke tiga dari tiga bersaudara. Aku hanya tinggal bersama ayah
karena ibuku sudah meninggal dan kedua kakakku sudah berkeluarga. Ibu meninggal
di rumah sakit ketika aku mengikuti UAN SMP untuk kelulusan, tepat pada hari
terakhir ujian. Ibu menderita kanker payudara. Selama hidupnya ternyata ibu
menutupi penyakit kanker yang dideritanya hingga sampai sadium akhir dan
merenggut nyawa ibu. Tentu saja aku sangat sedih dan kehilangan. Ketika
teman-teman seusiaku didampingi ibunya ketika mempersiapkan UAN, aku harus rela
belajar sendiri tanpa dukungan dari ibu. Apa boleh buat. Tapi yang kusesalkan
adalah karena aku terlambat menjenguk ibu sehingga ibu menghembuskan nafas
terakhir sebelum aku sempat menjenguknya di rumah sakit. Ternyata
hanya sebentar saja aku bisa merasakan kasih sayang dari ibuku. Bahkan aku
belum membalasnya, menjenguk ketika bliau masih terbaring di rimah sakit saja
aku belum sempat. Tapi aku yakin ibu mengerti karena waktu itu aku harus focus
dulu pada UANku. Sekarang aku hanya bisa mendoakannya.
Kepergian ibu ternyata berdampak besar pada
keluargaku. Dulu sebelum ibu meninggal, perekonomian keluarga sangat tercukupi.
Ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Sebenarnya ibu hanya bekerja
sebagai tukang pijat, tapi Alhamdulillah pekerjaan itu cukup untuk membantu
perekonomian keluargaku. Aku tak pernah malu menjadi anak seorang tukang pijat,
karena yang aku tahu pekerjaan itu halal. Berapapun penghasilannya, itu bukan
yang terpenting untukku, karena bagiku keluargaku lebih penting. Tapi rupanya
cobaan untuk keluargaku masih bertambah. Perekonomian keluargaku jadi
benar-benar tidak menentu sepeninggal ibu.
Ayah sudah lanjut usia sehingga tidak mampu
lagi untuk bekerja. Untuk hidup sehari-hari, kami hanya mengandalkan hasil
penjualan pisang dari kebun yang sempit kepada orang yang ada di pasar, dan
pemberian uang dari kakakku. Terkadang aku harus berhutang dulu di warung jika
sedang tidak punya uang. Aku juga tidak ingin berhutang di warung, tetapi mau
bagaimana lagi? Aku dan ayahku tetap punya kebutuhan, meskipun kami sering
tidak punya uang. Biasanya aku akan melunasi hutang itu ketika kakakku
memberikan uang lagi.
Sekarang aku berada di bangku kelas tiga di
sebuah SMA swasta di kota Madiun. Kakakku harus banting tulang sendirian untuk
membiayai sekolahku. Aku tahu kakak melakukannya dengan susah payah, jadi aku
tak boleh mengecewakannya. Maka aku harus sekolah sungguh-sungguh dan tidak
putus asa walaupun aku harus jalan kaki ke sekolah dan kadang-kadang tanpa
membawa uang saku. Tapi semua itu tidak menghalangiku untuk giat sekolah.
Alhamdulillah prestasiku di sekolah tetap baik, secara akademis maupun non
akademis. Aku juga ikut serta dalam beberapa kegiatan ekstrakulikuler dan
organisasi di sekolah. Aku yakin akan mendapat banyak manfaat dan pegalaman
dari semua yang pernah aku usahakan. Aku ingin jadi orang sukses suatu saat
nanti.  
Sumber:http://lmimadiun.blogspot.com/2011/06/kisah-seorang-piatu.html

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___
5 Daarut Tauhiid: [daarut-tauhiid] Kisah Seorang Piatu   Kisah Seorang Piatu Namaku Mia (nama samaran). Aku seorang anak piatu yang tinggal di sebuah rumah sed...
< >