Sebagai umat Nabi Muhammad, kita memang sudah sepantasnya meneladaninya dalam segala hal, termasuk sikap dermawannya. Dari Jabir Radhiallahu'anhu berkata, "Tidaklah pernah sama sekali Rasulullah diminta suatu (harta) lalu beliau berkata tidak." (Muttafaq Alaih).
Berikan Kail, Bukan Umpan
Suatu ketika ada seorang pengemis dari kalangan Anshar datang meminta-minta kepada Rasulullah saw. Lalu beliau bertanya kepada pengemis tersebut, "Apakah kamu mempunyai sesuatu dirumahmu?"
Pengemis itu pun pulang mengambil satu-satunya cangkir miliknya dan kembali lagi pada Rasulullah. Rasulullah kemudian menawarkan cangkir itu kepada para sahabat, "Adakah di antara kalian yang ingin membeli ini?" Seorang sahabat menyahut, "Saya beli dengan satu dirham."
Rasulullah menawarkannya kembali, "Adakah di antara kalian yang ingin membayar lebih?" Lalu ada seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan dua dirham.
Rasulullah memberikan dua dirham itu kepada si pengemis, lalu menyuruhnya menggunakan uang itu untuk membeli makanan bagi keluarganya, dan sisa uangnya digunakan untuk membeli kapak. Rasulullah berkata, "Carilah kayu sebanyak mungkin, dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu." Sambil melepas kepergiannya, Rasulullah pun memberinya uang untuk ongkos.
Dua minggu kemudian, pengemis itu datang lagi kembali menghadap Rasulullah. Ia membawa uang sepuluh dirham hasil penjualan kayu. Kemudian Rasulullah menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya seraya bersabda, "Hal ini lebih baik bagi kamu, karena meminta-minta hanya akan membuat noda di wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat seseorang tidak bisa berusaha."
Sungguh suatu pelajaran berharga bisa kita dapat dari Rasulullah saw. Beliau tidak hanya memberikan sedekah pada fakir miskin, namun juga memberikan "kail" kepada mereka agar kelak mereka bisa hidup mandiri.Bukan sebaliknya, memberikan "umpan" yang hanya membuatnya menjadi malas dan memiliki mental meminta-minta.
Menyantuni Fakir Miskin dan Anak Yatim
Abu Hurairah bercerita, seseorang melaporkan kepada Rasulullah saw tentang kegersangan qalbu yang dialaminya. Kemudian Rasulullah menegaskan, "Bila engkau mau menghidupkan qalbumu, beri makanlah orang-orang miskin dan cintai anak yatim." (HR. Ahmad).
Menyantuni fakir miskin dan anak yatim diaplikasikan dalam bentuk zakat, infak, dan sedekah. Bisa juga dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilandasi tujuan membahagiakan mereka. Ini merupakan ekspresi rasa syukur kita atas anugerah kenikmatan dari Allah. Menyalurkannya pun seyogyanya melalui lembaga amil zakat nasional (Laznas) yang amanah dan profesional.Salah satu contohnya adalah Laznas Dompet Peduli Ummat (DPU) Daarut Tauhiid.
Syukur adalah aktivitas yang lahir dari keyakinan bahwa harta yang dimilikinya merupakan titipan Allah. Harta tersebut harus dipergunakan secara proporsional, sesuai yang dikehendaki-Nya. Allah akan menambah nikmat bagi orang-orang yang bersyukur. Semakin banyak membahagiakan orang lain, maka semakin banyak pula kenikmatan hidup yang kita raih.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS.Ibrahim[14]:7). [*]
sumber: http://daaruttauhiid.org/artikel/detail/4/157/meneladani-kedermawanan-nabi-muhammad.html
Posted by: kang.iful@gmail.com
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================